Sebagai salah satu negara pengguna
jejaring sosial terbesar di Asia Tenggara, Indonesia semakin sukar untuk
lepas dari ketergantungan berkehidupan sosial melalui dunia maya.
Fenomena internet ini pun mengancam keselamatan masyarakat, terutama
anak-anak di bawah umur yang masih rentan.
Fenomena ini berpengaruh pada maraknya tindak kejahatan seksual secara online.
Menanggapi fenomena ini, psikolog anak, Andri, melihat perlunya
pembenahan dan penyesuaian masyarakat terhadap dampak media online.
Menurut Andri, orangtualah yang berperan utama dalam mengantisipasi
masalah sosial ini.
"Di China, akses internet itu dibatasi,
kita enggak boleh akses Facebook karena khawatir ada penjualan
manusia. Tapi warga kita sudah tidak bisa dibendung lagi, orangtua juga
kadang pasrah atau sebagiannya sengaja memberi kebebasan anaknya untuk
memiliki akun di Facebook, padahal orangtua tahu pada batasan umur
berapa anak boleh memiliki akun tersebut," ujar pengajar di Bagian
Psikiatri Fakultas Kedokteran UKRIDA, Jakarta, Rabu (31/10/2012).
Orangtua, lanjutnya, seringkali menjadi
faktor utama penyebab perilaku anak di dunia maya tidak terbendung.
Bukan hanya karena gagap teknologi sehingga membiarkan anak mengakses
situs jejaring sosial sedemikian mudah dan sering, tetapi juga karena
gengsi. Banyak orangtua yang gengsi jika anaknya yang belum cukup umur
tidak mengakses dunia pertemanan yang sangat luas itu.
"Kesalahan orangtua adalah memberi
kebebasan tapi tidak ikut di dalamnya. Anak-anak jadi gaul boleh saja,
tapi kita sebagai orangtua harus cerdas menuntun dan masuk dalam dunia
mereka," tambah Andri lagi.
Menjadi bagian dalam akun Facebook anak
sangat dianjurkan oleh Andri. Pasalnya, kontrol seperti itu justru
akan memudahkan orangtua untuk ikut memantau pertemanan anaknya.
"Untuk anak di bawah umur, harus ada
kesepahaman antara anak dan orangtua, bahwa akun yang dibuka itu
harusnya dibagi. Posisi ini, membuat orangtua bukan hanya ikut jadi
teman atau follower anak, tetapi memang akunnya dimiliki
bersama agar terpantau. Lagi pula, aturan mainnya memang anak di bawah
umur belum boleh mengakses media tersebut," jelasnya.
Mengamati akses internet anak juga
sebaiknya orangtua menempatkan posisi yang dekat dengan anak.
Ketersediaan komputer berinternet misalnya tidak lagi berada di kamar
anak, tapi di ruang keluarga atau ruang komputer bersama.
"Akan lebih bijak lagi kalau ada
disiplin waktu atau pembatasan jam mengakses facebook. Misal, waktu
penggunaan Facebook per hari hanya1-2 jam saja, itu pun sudah banyak,"
katanya lagi.
Mengalihkan anak dan diri sendiri
terhadap Facebook juga dapat dilakukan dengan cara lainnya, yaitu rutin
berekreasi bersama keluarga.
"Rekreasi itu sudah harus sering
dilakukan keluarga di rumah, mereka bisa dialihkan dengan kasih sayang
keluarga dari kegiatan tersebut, disana ada mengobrol, berbagi dan
interaksi yang banyak," ucapnya.
Andri menilai, perhatian dan pengertian orangtua dapat mencegah aksi kejahatan yang banyak terjadi di dunia online.
Untuk itu, ia menyarankan kepada orangtua agar menjadi teman yang
tidak menjenuhkan, bisa beradaptasi dengan anak, dan menjadi teman yang
nyata.
"Anak-anak itu masih labil, mudah
terpengaruh. Karena pada dasarnya manusia punya sifat ingin bersosial
dan berteman. Ketergantungan terhadap Facebook itu sangat bisa
mengobati anak-anak kita yang galau dan butuh teman dengan cepat,
posisi ini yang seharusnya diambil orangtua. ketika bala bantuan yang
datang adalah dari facebook. Maka akan bahaya," katanya
Sumber : kompas.com
Diposting kembali Supermap Mindmap Learning Center
www.supermap.asia
0 comments:
Posting Komentar