Waspadai Anak Telat Bicara

Senin

Jangan remehkan jika anak Anda belum memiliki kemampuan berbicara seperti anak seusianya karena bisa jadi ia tergolong telat bicara. Menurut Dokter Spesialis Ahli Syaraf Anak Rumah Sakit Anak Bunda (RSAB) Harapan Kita dr. Anna Tjandrajani, SpA(K) deteksi yang terlambat terhadap keterlambatan bicara akan berpengaruh pada pertumbuhan anak pada masa depan.

"Seringkali orang tua beranggapan kalau si anak hanya telat bicara dan meremehkan padahal ini berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Si anak bisa menjadi anak yang pasif," kata dia.

Ia menjelaskan, dalam ilmu perkembangan neurologi, seorang anak tergolong telat bicara jika terlambat 3 bulan dari anak seusianya.

Menurut dia, anak usia satu tahun bisa mengucap satu kata jelas seperti "mama".
"Namun jika anak belum juga bisa mengoceh hingga usia 1,5 tahun, maka bisa jadi anak telat bicara," katanya.

Ia menjelaskan perkembangan bicara anak berdasarkan umur adalah sebagai berikut;
- usia 13-15 bulan sudah bisa bicara 4-7 kata, dan minimal 20 persen bicaranya bisa dimengerti orang lain
- usia 16-18 bulan sudah bisa mengucapkan 10 kata, dan 25 persen pembicaraan dimengerti orang lain
- usia 19-21 bulan, bisa mengucap 20 kata, dan 50 persen bicara   dimengerti orang lain, bisa menunjuk     bagian tubuh dan menyebut 3 benda
- usia 22-24 bulan bisa mengucap lebih dari 50 kata, 70 persen bicaranya dapat dimengerti orang lain, bisa menunjuk dan menyebut 4 gambar

"Jika pada usia 4 tahun anak belum juga memiliki kemampuan bercerita, maka orang tua harus membawanya ke terapis bicara," demikian dr. Anna Tjandrajani, SpA(K).

Sumber : antaranews.com
Diposting kembali Supermap Mindmap Learning Center
READ MORE - Waspadai Anak Telat Bicara

Melepas Anak Bermain Sendiri

Jumat

Bermain bersama si kecil memang menyenangkan. Namun, sesekali mungkin Bunda ingin beristirahat atau meninggalkan si kecil bermain sendiri. Di usia balita, si kecil memang sedang lincah-lincahnya sehingga sulit untuk ditinggalkan bermain sendirian. Namun, dengan membuat si kecil sibuk dengan permainannya, Bunda bisa menjalankan aktivitas Bunda tanpa gangguan. Salah satu caranya adalah dengan mulai mengajari si kecil untuk bermain sendiri sebentar.

Melepas anak bermain sendiri sebaiknya dimulai dari dalam rumah dengan menciptakan suasana bermain yang menarik perhatiannya. Kenali kesukaan si kecil sehingga Bunda bisa menyediakan tempat bermain yang memenuhi keinginnya. Bunda bisa menyediakan beberapa kotak berisi beragam permainan seperti boneka, mobil-mobilan, lego, dan peralatan menggambar. Pastikan isi kotak selalu berbeda untuk setiap kali sesi permainan agar si kecil tidak bosan. Di saat perhatiannya terfokus ke isi kotak, Bunda pun bisa menyelesaikan kewajiban yang sempat tertunda.

Dengan melepas anak bermain sendiri, Bunda juga bisa melatih kreatvitas si kecil. Jika si kecil tertarik bermain lego, mintalah dia untuk membuat bangunan yang disukainya. Apabila memiliki koneksi internet, kenalkan dia dengan beberapa situs yang khusus ditujukan untuk anak-anak. Di saat mereka sibuk berpikir, Bunda pun bisa menyiapkan makan malam dengan tenang.

Jika selama ini Bunda sering membacakan cerita untuk si kecil, sekarang mintalah dia untuk membuat cerita sendiri. Berikan secarik kertas, pensil, dan pensil warna. Bebaskanlah anak untuk mengembangkan imajinasi melalui tulisan dan gambar. Dengan membiarkan anak bermain sendiri seperti ini, berarti Bunda sudah membiasakannya untuk mengeluarkan ide kreatif mereka sejak usia dini. Sebagai pelengkap, mintalah ia untuk membacakan cerita tersebut sebelum tidur.

Terakhir, ajaklah anak untuk bermain sendiri di halaman rumah, tetapi usahakan agar tidak lepas dari jarak pandang Bunda. Pastikan pintu halaman terkunci dan jangan marah jika anak menjadi kotor karena keasyikan bermain dengan tanah dan air. Biarkan anak memilih dan mengatur alur permainan sesuka dia. Dengan begini, Bunda tidak perlu khawatir lagi jika harus melepas anak bermain sendiri karena ada tanggung jawab lain yang harus segera diselesaikan.

Sumber : ibudanbalita.com
Diposting kembali Supermap Mindmap Learning Center
www.supermap.asia
READ MORE - Melepas Anak Bermain Sendiri

Ternyata Pola Hidup juga Perlu Detoks

Rabu

Jika Anda sering mengeluhkan kebiasaan yang sering mengganggu hidup Anda, berarti bukan tubuh saja yang perlu didetoksifikasi. Pola hidup Anda yang penuh dengan racun seperti emosi, amarah dan dengki pun perlu didetoksifikasi.

Lalu apa tandanya jika tingkah laku dan pola hidup seseorang perlu didetoksifikasi? Berikut ini lima tanda vital dan upaya mengatasinya:

1. Sering terlambat
Semua itu bisa diatasi dengan memperkirakan waktu lebih baik dan terorganisir melakukan kegiatan. Anda pun tidak punya alasan menunda kegiatan atau pekerjaan di menit terakhir. Menetapkan tenggang waktu yang wajar. Dengan begitu Anda tidak dipaksa bentrok pada jadwal waktu orang lain.

2. Sering marah atau jengkel
Kebiasaan ini menimbulkan tekanan darah tinggi. Biasanya si pemarah cenderung menciptakan masalah yang tidak perlu dengan orang lain. Mereka pun sulit bersosialisasi. Untuk mereformasi kebiasaan ini kembangkan kedewasaan emosional. Memahami kemarahan tidak dilihat sebagai kekuatan mengalahkan orang lain. Bila perlu lakukan yoga, meditasi, tai chi untuk melatih kesabaran dan ketenangan diri.

3. Tidak yakin dengan kemampuan diri
Ketidaknyamanan dan perasaan tidak mampu akan membuat stres. Cari tahu apakah Anda sering tidak siap menghadapi tantangan masa depan. Jangan takut mengajukan pertanyaan atau meminta bantuan kepada yang lebih ahli.

4. Terlalu berlebihan
Memandang rendah orang lain dan menganggap diri paling penting dan berharga Anda akan besar kepala. Dalam jangka panjang orang yang seperti ini merasa bisa melakukan apapun sendirian dan pada akhirnya akan kewalahan.

5. Tidak cukup waktu menghilangkan stres
Selain tidak baik untuk kesehatan, stres akan mengucilkan Anda dari lingkungan sosial. Belajarlah menjadwalkan waktu diri sendiri untuk bersantai dan bermain. Bergabung dengan kelas atau kelompok untuk kegiatan berdansa, peregangan dan meditasi.

Sumber : mediaindonesia.com
Diposting kembali Supermap Mindmap Learning Center
www.supermap.asia
READ MORE - Ternyata Pola Hidup juga Perlu Detoks

Latihan Otak Hindari Lupa Ingatan

Senin

Apakah Anda sering lupa saat meletakkan sesuatu seperti kunci, handphone, atau dompet? Hal ini mungkin sering terjadi dalam kehidupan kita semua. Akibatnya, kita akan butuh banyak energi dan waktu untuk mencarinya.

Daya ingat seseorang akan mulai berkurang seiring bertambahnya usia. Jadi jangan heran, jika melihat kakek atau nenek Anda sedikit lupa ingatan. Meski begitu, penurunanan daya ingat otak juga dapat terjadi pada usia muda.

Untuk menghindari hal tersebut, otak harus dilatih sejak dini. Berikut ini adalah beberapa cara untuk melatih otak agar tetap pintar dan tidak mudah pikun, seperti dilansir oleh Boldsky.

Memory game
Banyak orang yang menderita Alzheimer di saat tua. Memori adalah salah satu tempat di otak yang paling penting. Di sini semua ingatan tersimpan di dalamnya. Cobalah untuk mengingat semua nama teman sekolah Anda untuk menguji memori otak Anda.

Latihan Logika
Logika adalah hasil dari pemikiran manusia yang tanpa menggunakan landasan teori. Paling sering kita menggunakan logika saat sedang tidak sadar. Tetapi saat latihan otak, Anda harus menggunakannya secara sadar. Misalnya, Anda dapat mencoba memecahkan masalah politik saat sedang santai.

Bermain puzzle
Ini mungkin terdengar seperti kekanak-kanakan.  Tetapi, memecahkan teka-teki gambar adalah cara terbaik untuk menjaga visual otak Anda secara fungsional. Atau Anda juga dapat memainkan atau mengisi teka teki silang saat pulang kantor.

Keterampilan linguistik
Latihan otak bukan hanya tentang kemampuan kognitif saja. Bahasa juga menempati ruang yang penting dalam pikiran. Banyak ahli bahasa yang mengatakan bahwa kita belajar bahasa melalui insting. Cara terbaik untuk merangsang keterampilan linguistik adalah dengan belajar bahasa baru.

Sumber : vivanews.com
Diposting kembali Supermap Mindmap Learning Center
www.supermap.asia
READ MORE - Latihan Otak Hindari Lupa Ingatan

Sekolah Wajib Sediakan Tempat 10% untuk Siswa Kurang Mampu

Jumat

Semua Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat terutama yang masuk Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI), wajib memasukan siswa kurang mampu minimal 10 persen dari siswa yang diterima di sekolah tersebut.

Kewajiban itu bertujuan agar siswa kurang mampu yang lulus SMP (Sekolah Menengah Pertama), bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Terlebih bagi siswa yang berprestasi di bidang akademis, bisa masuk ke sekolah RSBI. Pasalnya, sekolah RSBI kini difavoritkan dan banyak diburu oleh masyarakat.
“Wajib bagi sekolah SMA negeri terutama sekolah RSBI, memasukan siswa kurang mampu minimal 10 persen dari siswa yang diterima di sekolah,” kata Sekretaris Dinas Pendidikan (Disdik) Kab. Sumedang, Feddy Fadilah ketika ditemui di kantornya, Rabu (13/6).

Menurut dia, bagi siswa kurang mampu yang memenuhi persyaratan akademis, bisa masuk ke SMA negeri termasuk sekolah RSBI tanpa biaya alias gratis.

Untuk membuktikannya, orang tua siswanya harus memperlihatkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari RT/RW hingga desa/kelurahan setempat.

Sebab tak jarang, ada masyarakat yang secara kasat mata orang mampu, tapi berpura-pura tidak mampu hingga ingin memasukan sekolah anaknya secara gratis. Tapi ketika dminta SKTM, mereka tidak bisa menunjukannya.

“Di beberapa sekolah ada yang begitu. Oleh karena itu, bagi siswa yang kurang mampu semua biaya sekolahnya digratiskan, asalkan memperlihatkan surat SKTM. Apalagi masuk sekolah RSBI yang kini difavoritkan dan banyak diburu masyarakat. Sekolah RSBI di Sumedang, antara lain SMAN 1, SMKN 2 dan SMPN 2. Untuk swastanya, SMP dan SMA Al-Ma’soem. Berbagai biaya yang digratiskan, terkait biaya operasional sekolah. Contohnya, biaya bangunan dan biaya SPP bulanan,” ujar Feddy.

Kebijakan menggratiskan semua biaya sekolah bagi siswa SMA kurang mampu itu, kata dia, sehubungan Pemkab Sumedang belum bisa membebaskan biaya sekolah untuk siswa SMA dan SMK.

Hingga saat ini, pembebasan biaya sekolah di Kab. Sumedang baru sampai SD dan SMP. “Oleh karena itu, pihak sekolah wajib memasukan siswa kurang mampu minimal 10 persen. Kebijakan itu supaya mereka bisa melanjutkan sekolahnya ke tingkat SMA,” katanya.

Lebih jauh Feddy mengatakan, untuk menutupi pembiayaan siswa kurang mampu. diupayakan dengan cara subsidi silang. Oleh karena itu, bagi orang tua siswa yang mampu disarankan untuk ikut berpartisipasi menyumbangkan dananya.

Bantuan itu guna mendukung subsidi silang tersebut. “Kita masih menganut subsidi silang untuk membantu pembiayaan siswa kurang mampu di SMA. Hal itu sesuai dengan visi kita, menciptakan pendidikan bermutu dan terjangkau,” tutur Feddy.

Sumber : pikiran-rakyat.com
Diposting kembali Supermap Mindmap Learning Center
www.supermap.asia
READ MORE - Sekolah Wajib Sediakan Tempat 10% untuk Siswa Kurang Mampu

Membuat Anak Mendengar Anda Tanpa Perlu Berteriak

Rabu

Tak enak rasanya melihat orangtua di tempat umum yang berusaha membuat anaknya mendengar perintahnya dengan cara berteriak. Ketika si orangtua berteriak, si anak pun ikut-ikutan berteriak saat berbicara. Apakah harus seperti itu? Sementara anak-anak lain bisa, kok, diberi tahu oleh orangtuanya tanpa harus dengan cara berteriak.

Berkomunikasi dengan anak seharusnya terjadi dua arah. Anda bicara padanya, dia mendengarkan, begitu juga sebaliknya tanpa ada salah satu yang intonasi suaranya meninggi. Ada cara-cara efektif untuk berkomunikasi dengan anak tanpa harus berteriak. Begini tipsnya:

Pesan "Saya"
Ada salah satu teknik komunikasi ekspresif untuk digunakan dengan anak, namanya "pesan saya". Terdapat 3 kata kunci dalam teknik ini, yakni; Saya merasa, ketika, dan karena.

Saat Anda berada dalam situasi ketika si anak meminta sesuatu sekarang juga, Anda bisa menggunakan teknik ini, jangan lupa gunakan ketiga kata kunci, contoh, "Mama (saya) merasa kesal ketika kamu mengganggu kerja Mama, karena Mama harus menyelesaikannya sebelum kita pergi ke taman bermain itu."

Teknik ini efektif karena ini memfokuskan kepada Anda dan perasaan Anda. Teknik ini tidak menyalahkan siapa pun, tetapi menjadi sebuah pernyataan sederhana dari cara pandang Anda terhadap situasi yang dihadapi.

Tekankan kepositivan
Salah satu cara berkomunikasi efektif dengan anak Anda adalah dengan menyusun kalimat secara positif. Hindari kata-kata "tidak" atau "jangan" saat bicara dengan anak. Ketimbang mengatakan, "Jangan buang mainan di lantai," lebih baik katakan, "Mainan itu tempatnya di keranjang mainan". Meski perubahannya sederhana, pemilihan kata-kata yang Anda gunakan berdampak besar pada reaksi anak dan caranya berinteraksi dengan orang lain.

Belanjar mendengarkan
Belajar dan mempraktikkan komunikasi yang reseptif adalah aspek penting untuk meningkatkan interaksi orangtua-anak. Amat penting mengenai apa yang Anda katakan (atau apa yang diekspresikan anak pada Anda) didengar dan dimengerti. Mendengarkan anak adalah bagian dari komunikasi yang reseptif, dan bisa digunakan sebagai cara untuk memahami anak.

Saat mendengarkan anak, hentikan segala bentuk aktivitas yang Anda lakukan dan berfokuslah pada anak Anda. Berlutut, duduk, atau angkat si kecil di atas bangku agar Anda dan dia berada dalam level yang setara. Saat si kecil berbicara, dengarkan sungguh-sungguh. Tanyakan pada diri Anda, "Apa yang dirasa oleh anak saya?" Lalu, ulangi apa yang Anda dengar atau apa yang Anda pikir sedang ia rasakan (kalau suaranya kurang jelas).

Kata kuncinya serupa poin pertama, "kamu, merasa, karena". Contoh, "Kamu merasa kesal karena kamu mau pergi ke taman bermain sekarang juga padahal Mama lagi bekerja." Menurut Terry Meredith, Patolog Bicara dan Bahasa dari TLM Consulting, penting untuk anak bisa mengekspresikan perasaannya lewat bahasa. Para orangtua juga bisa memberi tahu kepada anak bahwa adalah hal yang tak masalah untuk merasakan beberapa hal yang sama sekaligus.

Tindakan lebih jelas dari kata-kata
Ingat, bahwa pikiran Anda dikomunikasikan melalui tanda-tanda non-verbal. Cara Anda membawa diri bisa mengucapkan banyak hal ketimbang kata-kata.

Anda menghela napas sangat kencang, dahi mengerut, tangan mengepal, lalu tiba-tiba si kecil bertanya, "Mama marah?" lalu Anda menjawab sambil cemberut, "Enggak, Mama enggak marah". Bahasa tubuh Anda sudah jelas menunjukkan Anda marah dan kesal, tetapi Anda malah mengatakan sebaliknya. Saat tindakan dan kata-kata Anda tidak sinkron, Anda mengirimkan pesan ganda kepada anak. Anda membohongi perasaan, tetapi Anda menunjukkan apa yang sebenarnya Anda rasakan melalui tubuh Anda.

"Kebanyakan dari apa yang kita komunikasikan datang melalui komunikasi non-verbal. Pastikan bahasa non-verbal Anda sesuai dengan apa yang Anda katakan," anjur Meredith.

Teknik-teknik di atas bisa digunakan untuk mengkomunikasikan hal-hal positif kepada anak-anak Anda. Berikut ini satu tips yang bisa Anda lakukan untuk dipraktikkan setiap hari, angkat si kecil ke pangkuan Anda, lingkarkan lengan Anda di sisi kujurnya, lalu katakan, "Mama sangat bahagia saat kamu ada dekat Mama, karena Mama sayang sama kamu" dengan kata-kata atau bahasa yang lebih dimengerti Anda dan si kecil.

Sumber : kompas.com
Diposting kembali Supermap Mindmap Learning Center
www.supermap.asia
READ MORE - Membuat Anak Mendengar Anda Tanpa Perlu Berteriak

Psikotes untuk Seleksi Masuk SD dan Dampaknya pada Anak

Senin

Salah satu tujuan psikotest adalah untuk mengetahui berbagai potensi yang dimiliki oleh setiap individu yang tidak terobservasi secara langsung (Wikipedia). Psikotest dapat dilakukan pada berbagai tingkat usia, baik pada orang dewasa maupun anak-anak. Dengan diketahuinya potensi-potensi yang tersembunyi ini, diharapkan kepribadian atau kemampuan seseorang dapat disesuaikan dengan potensi-potensi yang dimiliki. Jika ada sifat-sifat atau hal-hal kurang baik yang bisa ditimbulkan, bisa dilakukan antisipasi sebelumnya, dengan demikian dapat dilakukan langkah-langkah pencegahan atau perbaikan yang diperlukan.

Pada perkembangannya, psikotest dilakukan untuk tujuan yang bermacam-macam, yang paling umum dilakukan di Indonesia adalah untuk seleski tenaga kerja, penentuan minat studi (khususnya untuk anak-anak Sekolah Menengah Atas, baik umum maupun kejuruan), bahkan sudah diterapkan untuk seleksi masuk sekolah dasar. Hal ini sah-sah saja dilakukan, karena setiap orang atau lembaga-lembaga baik pemerintahan maupun swasta memiliki kebijakan masing-masing.

Pertanyaannya, apakah cara seperti ini merupakan cara yang paling benar atau setidaknya efektif untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan atau lembaga atau sekolah? Hal ini tentu saja merupakan sesuatu yang masih bisa diperdebatkan. Mengapa hal ini masih merupakan sesuatu yang diperdebatkan? Karena kalau psikotest ini merupakan cara yang terbaik, tentu saja seluruh perusahaan atau lembaga di seluruh dunia, atau sebagian besar negara di dunia atau setidak-tidaknya di negara-negara maju yang menjadi acuan kemajuan dunia saat ini, pasti selalu menggunakan psikotest untuk berbagai kegiatan yang sudah disebutkan di atas.

Sebut saja salah satu contoh negara maju, misalkan Amerika Serikat (AS). Penulis tidak mengatakan bahwa di negara-negara maju tersebut tidak pernah diadakan psikotest, tetapi yang penulis ketahui, psikotest yang dilakukan tidak ditujukan seperti psikotest yang dilakukan di Indonesia. Sebagai contoh, psikotest pada anak dilakukan untuk mengetahui kelainan-kelainan yang dapat menggangu pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. Atau untuk mengetahui intelligence quotient (IQ) seseorang. Tetapi semua ini tidak ditujukan untuk menghalangi seseorang dari mendapatkan pendidikan. Justru dari hasil ini jika diketahui ada sesuatu yang istimewa pada diri seorang anak, maka si anak berhak mendapatkan perhatian khusus baik oleh orang tua maupun para pendidik di sekolah.

Sebagai seseorang pernah tinggal lama di AS dalam rangka menjalani pendidikan dan juga ketika masuk dunia kerja, penulis tidak pernah sekalipun menjalani psikotest baik ketika masuk sekolah, maupun ketika melamar pekerjaan. Test-test yang diperlukan adalah test-test yang langsung berkaitan dengan pendidikan atau bahasa sebagai alat, daftar riwayat hidup dan surat rekomendasi.

Daftar riwayat hidup (termasuk di dalamnya adalah prestasi di sekolah) bisa dijadikan sebagai bukti kinerja seseorang yang sudah ia capai selama ini. Sedangkan surat rekomendasi merupakan pengakuan atau penilaian orang lain terhadap bukan hanya hasil kerja tetapi juga kepribadian seseorang. Kedua hal ini, daftar riwayat hidup dan juga surat rekomendasi, merupakan bukti nyata yang menjelaskan banyak hal tentang potensi yang dimiliki oleh seseorang.

Bahkan dalam keadaan-keadaan tertentu, surat rekomendasi bisa memiliki kekuatan yang lebih besar dari test-test yang dilakukan atau bahkan riwayat hidup sekalipun. Karena walau bagaimanapun, test-test yang dilakukan pada saat-saat tertentu, sering kali dipengaruhi oleh kondisi atau psikologi seseorang pada saat itu. Sehingga tidak bisa dijadikan ukuran kemampuan atau potensi seseorang secara keseluruhan. Sedangkan daftar riwayat hidup dan surat rekomendasi merupakan bukti "performance" seseorang dalam jangka waktu yang cukup lama. Dari situ juga orang lain bisa menilai kekonsistenan seseorang dalam melakukan pekerjaannya.

Salah satu argumen yang bisa disampaikan disini adalah bahwa manusia merupakan makhluk yang dinamis, tidak statis. Sifat dan prilaku manusia bisa mengalami perubahan atau pasang surut. Bisa dari keadaan buruk menjadi baik, ataupun sebaliknya, dari keadaan baik ke keadaan buruk. Karena itu, surat rekomendasi merupakan bukti terkini tentang keadaan seseorang. Dalam membahas surat rekomendasi ini, kita letakkan dalam konteks yang normal. Bukan dalam konteks surat rekomendasi yang didasarkan pada kekerabatan atau hal-hal lain yang tidak sepatutnya.

Yang akhir-akhir ini marak terjadi di Indonesia adalah penerapan psikotest sebagai syarat masuk sekolah dasar (SD). Hal ini menurut hemat penulis merupakan sesuatu yang sudah salah kaprah.

Banyak alasan yang diajukan mengapa mereka berfikir perlu untuk dilakukan psikotest semacam ini, salah satunya adalah karena kapasitas sekolah sudah tidak memadai. Kesiapan anak-anak untuk mengikuti program pendidikan, dan lain-lain. Hal ini justru sangat berlawanan dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Kita berbicara dalam tatanan anak-anak usia dini, yang masih dalam masa-masa pertumbuhan dan perkembangan, baik secara fisik maupun mental. Bagaimana mereka tahu kalau anak-anak ini belum siap untuk mengikuti program-program sekolah hanya dengan satu test? Apakah mereka juga sudah mempertimbangkan psikologi si anak pada saat mengikuti test?

Anak-anak sama juga dengan orang dewasa yang memiliki perasaan "nervous" kalau dihadapkan dengan test atau ujian. Belum lagi kalau kita berbicara tentang bagaimana pola pendidikan anak di rumah yang berpengaruh sangat besar terhadap kepribadian seorang anak. Misalkan saja, apakah anak-anak kita sudah dibiasakan hidup mandiri sejak dini? Dari cara makan misalnya. Apakah orang tua di rumah sudah melatih anak makan sendiri sejak usia belum lagi genap satu tahun? Atau mendidik anak untuk tidur sendiri? Dan masih banyak lagi lainnya.

Bagi sebagian orang apalagi anak-anak yang belum terbiasa dengan ujian, mungkin mendengar kata test atau ujian saja sudah langsung gemetar. Seorang teman saya pernah memberitahu kepada saya ketika dia ingin memasukkan anaknya ke salah satu sekolah dasar terpadu, bahwa anaknya harus mengikuti psikotest yang diadakan oleh sekolah tersebut. Ternyata pada saat itu, ada beberapa orang anak yang menangis karena tidak mau mengikuti test.

Lalu apakah kemudian kita bisa langsung menyimpulkan bahwa anak-anak tersebut tidak siap secara mental untuk mengikuti program-program pendidikan di sekolah berkenaan? Jawabnya pasti belum tentu. Lalu apakah anak-anak tersebut tidak atau memiliki potensi diri yang kurang dibandingkan anak-anak lain yang tidak menangis? Jawabnya sudah pasti belum tentu. Ada lagi cerita seorang ibu yang juga sedang memasukkan anaknya ke salah satu sekolah dasar swasta terkenal dengan terlebih dahulu harus mengikuti psikotest.

Si ibu memilih sekolah tersebut untuk sang anak karena dia menganggap bahwa sekolah itu merupakan salah satu sekolah favorit. Pada saat test tersebut, Si anak meminta untuk ditemani ibunya saat mengikuti test tersebut. Tetapi Si ibu dilarang oleh petugas, yang akhirnya Si anak tersebut menangis. Hasilnya sudah bisa kita ketahui, kalau Si anak dinyatakan tidak lulus untuk masuk sekolah tersebut. Padahal selama latihan di rumah, Si anak tidak menemui banyak kesulitan dalam mengerjakan latihan-latihan. Dengan demikian Si anakpun gagal masuk ke sekolah yang sangat dia inginkan.

Dengan keadaan demikian, yang seharusnya si anak bisa dengan suka hati datang ke sekolah dan belajar dan mengembangkan potensinya, yang terjadi malah sebaliknya, potensi anak tersebut sudah dikubur sejak dari permulaan. Di AS sendiri contohnya, penulis tidak pernah melihat ataupun mendengar ada psikotest yang dilakukan sebagai syarat kemasukan untuk anak-anak tingkat SD, seperti yang dialami sendiri oleh anak-anak penulis selama belajar pada tingkat TK dan SD. Bahkan di beberapa sekolah di negara-negara bagian tertentu di AS, ujian atau test baru diterapkan ketika anak-anak menginjak kelas tiga SD sebagai bahan evaluasi tahunan.

Adalah tanggung jawab sebuah lembaga pendidikan untuk mendidik, memfasilitasi dan menumbuh kembangkan berbagai potensi anak-anak. Kalau ada anak yang berpotensi lebih, maka potensi itu dikembangkan dan disalurkan dengan sebaik-baiknya. Kalau ada anak yang memiliki kekurangan, maka kekurangan itu harus segera ditutupi dan diperbaiki sedini mungkin dengan berbagai cara, dengan terus diberikan dukungan dan semangat. Siapkan mental mereka dengan sebaik-baiknya. Jangan pusatkan perhatiannya pada kekurangan dirinya, namun kita harus berusaha sekuat mungkin untuk bisa melihat potensi dirinya yang lain, yang mungkin saja tidak dimiliki oleh orang lain. Adalah sebuah kesalahan yang besar yang dilakukan oleh sebuah lembaga pendidikan khususnya untuk pendidikan usia dini (pra sekolah, taman kanak-kanak, dan sekolah dasar) menghambat atau menghalangi seorang anak untuk mendapatkan pendidikan yang baik.

Sepanjang pengamatan penulis, sekolah-sekolah yang mengadakan ujian untuk masuk sekolah pada masa-masa awal usia sekolah, adalah sekolah-sekolah yang oleh masyarakat dianggap sebagai salah satu lembaga pendidikan yang terbaik, setidaknya di lingkungan tempat tinggal mereka. Atau mungkin pihak sekolah itu sendiri merasa, mengaku atau bahkan mengklaim bahwa sekolah mereka adalah yang terbaik.

Jika keadaannya demikian, bagaimana mereka berhak mengklaim bahwa sekolah mereka adalah sekolah yang terbaik, kalau mereka pada prakteknya dengan berbagai dalih berusaha lari dari tanggung jawab pendidikan itu sendiri. Tidak sepatutnya anak-anak usia sekolah dasar sudah dituntut untuk bisa ini dan itu.

Sebuah lembaga pendidikan yang baik adalah lembaga pendidikan yang mampu menjadikan 'sekecil' apapun potensi yang dimiliki seorang anak menjadi sesuatu yang besar.

Penulis memberi penekanan pada kata 'sekecil', karena pada hakekatnya tidak ada potensi yang kecil, karena setiap potensi bisa dikembangkan sampai tahap-tahap tertentu. Atau dari sudut pandang yang lain bisa juga dikatakan bahwa setiap orang memiliki potensi yang berbeda-beda. Selain itu juga, potensi setiap orang bisa tampak pada waktu yang berbeda-beda pula antara satu individu dengan individu yang lain.

Belum lagi jika ditinjau dari segi hukum atau perundang-undangan. Kita mengenal yang namanya wajib belajar sembilan tahun, yaitu enam tahun sekolah dasar dan tiga tahun sekolah menengah pertama.

Hal ini mengandung beberapa pengertian. Pertama, bahwa anak usia sekolah dasar sampai tingkat menengah pertama berhak mendapatkan kesempatan belajar dan menjadi tanggung jawab negara tanpa kecuali. Kedua, hal ini juga berarti bahwa jika ada sekolah yang menolak seorang anak untuk masuk ke sekolah dasar baik itu swasta maupun pemerintah dengan alasan karena si anak tidak memiliki ijazah taman kana-kanak, atau belum bisa menulis dan membaca, maka orang tua memiliki hak untuk mengajukan masalah ini ke pengadilan. Karena secara hukum tidak ada ketentuan wajib belajar sebelum tingkat sekolah dasar, yang ada hanyalah merupakan pilihan.

Realitanya adalah bahwa tidak setiap orang tua di Indonesia mampu menyekolahkan anak-anak mereka di taman kanak-kanak yang pada umumnya harus mengeluarkan biaya yang relatif besar untuk sebagian masyarakat kita. Atau jika pada masa wajib belajar orang tua tidak memasukkan anaknya ke sekolah, maka si orang tua juga bisa dikenai masalah hukum seperti yang diterapkan di negara-negara maju.

Dengan tulisan yang singkat ini, penulis berharap agar pihak-pihak yang berwenang atau pemerintah bisa terus-menerus memperbaiki sistem dan perundang-undangan pendidikan kita untuk sebaik-baik kepentingan masyarakat. Penulis menghimbau agar kita semua mau terus belajar untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan ataupun kesalahan-kesalahan kita selama ini.

Jangan sampai kita mengulangi kesalahan-kesalahan kita yang sudah lalu, apalagi yang menyangkut dengan pendidikan. Karena yang menjadi korban adalah anak-anak kita sekarang yang merupakan penerus di masa-masa yang akan datang. Kita sebagai orang tua, pengajar dan pendidik harus mampu menyerap segala ilmu yang baik untuk kita berikan ke anak-anak kita, terlepas darimana datangnya ilmu tersebut. Hal ini berlaku untuk segala jenjang pendidikan dari tingkat pra sekolah sampai perguruan tinggi.

Penulis:
Kholis Abdurachim Audah, PhD
Adalah pemerhati masalah pendidikan dan riset. Lulusan Auburn University USA dan saat ini mengajar di University of Hail, Saudi Arabia.

Sumber : health.detik.com
Diposting kembali Supermap Mindmap Learning Center
www.supermap.asia
READ MORE - Psikotes untuk Seleksi Masuk SD dan Dampaknya pada Anak

Dampak Negatif Anak Kecanduan Gadget

Jumat

Anak yang sejak kecil memiliki ketergantungan pada gadget ternyata memicu bahaya, karena cenderung memiliki relasi yang kurang baik dengan orang tuanya.
Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Psikolog anak Ratih Andjayani Ibrahim pada sebuah acara peluncuran program pendidikan dan kesehatan di Jakarta, Selasa.

"Rasa adiksi anak pada gadget, dapat membuatnya bosan dan sulit berkonsentrasi pada dunia nyata, terutama untuk mendengarkan orang tuanya," ujar Ratih.
Ratih mengatakan bahwa adiksi pada gadget membuat anak-anak sampai bingung dan galau bila tidak ada gadget, padahal ini hanyalah sebuah benda yang mereka belum benar-benar membutuhkannya.

Namun faktanya, pada saat ini kita hidup dalam era teknologi dan sulit untuk menjauhkan gadget dari anak-anak.
"Kalau kita jauhkan gadget dari anak-anak, nanti mereka jadi ketinggalan zaman. Namun ada cara untuk membuat anak-anak tidak adiksi terhadap gadget," ujar Ratih.

Ratih mengatakan, supaya orang tua dapat mengajari anak dan jelaskan kapan waktu yang tepat untuk mereka boleh menggunakan gadget.
"Anak tidak akan adiktif kepada gadget, bila orang tua mampu memberikan kualitas waktu yang baik untuk anak-anaknya," kata Ratih.

Sumber : antaranews.com
Diposting kembali Supermap Mindmap Learning Center
www.supermap.asia
READ MORE - Dampak Negatif Anak Kecanduan Gadget

Ini Dia, Tips Agar Anak Usia TK/SD Sukses Toilet Training

Rabu

Toilet training sering disebut pembiasaan anak pada kamar kecil/toilet. Anak mampu mengatur fungsi tubuhnya dengan benar dan mampu mengurus dirinya sendiri saat di toilet.

Adakalanya saat anak masuk usia sekolah TK atau Sekolah Dasar, kita sebagai orangtua merasa khawatir. Kita memikirkan,  bagaimana nanti si anak mengurus dirinya saat ke toilet di sekolah.

Berdasarkan pengalaman yang saya lakukan pada anak didik di sekolah,  kebetulan juga saya guru kelas bawah yaitu kelas 1 di Sekolah Dasar. Dan saya juga seorang ibu dengan tiga orang anak, yang juga masih kecil dari yang SD,TK dan masih balita. Jadi, saya terapkan juga pada anak saya di rumah. Ada tips agar anak sukses pada toilet training ini. Adapun tahapannya sebagai berikut:

1. Berikan pemahaman pada anak, tentang kebiasaan untuk selalu BAB atau BAK di toilet melalui cerita yang mereka sukai. Contohnya seperti melalui cerita binatang atau tokoh kartun. Berikan contoh konkret bayi yang belum bisa bicara dan berjalan. Dede bayi tentunya belum bisa bilang kalau pengen "pup" atau pipis, sehingga kita bisa bilang, "Nak, kalau BAB atau BAK di celana, berarti dede bayi doong…!" Si anak pun akan paham dengan sendirinya, dan akan malu bila terjadi pada dirinya.

2. Berikan pemahaman setiap kali fungsi tubuhnya ingin BAB atau BAK. Bila mereka merasakan tanda-tandanya, agar lekas bilang pada orang dewasa di sekitarnya bahwa dia ingin ke toilet. Dan jangan sampai dia menahannya karena bisa membuat sakit. Jangan pula pernah takut untuk meminta izin.

3. Sering mengingatkan anak untuk selalu disiplin ke toilet. Di usia dini, si anak sering  menahan karena malas.

4. Mendampingi  anak saat ke toilet. Pada awal masuk sekolah, anak biasanya masih beradaptasi pada tempat baru atau masih takut ke toilet sendiri.

5. Ciptakan suasana toilet menyenangkan. Bisa dengan cahaya yang terang, aroma wangi dan bersih, sehingga membuat anak mau datang ke toilet.

6. Mendampingi dan mengarahkan anak saat membersihkan diri di toilet dengan penuh perhatian dan kasih sayang.

7. Memberikan pujian jika anak disiplin ke toilet. Jangan pernah mencela jika anak belum berhasil pada toilet trainingnya ini. 

8. Jangan pernah bosan untuk terus memberikan motivasi tentang toilet training ini. Sesungguhnya, “anak itu bagaimana orang dewasa di sekitarnya.” Artinya, kita sebagai orangtua mampu mengarahkan dan membimbing anak kita menjadi anak yang berdisiplin dan bertanggung jawab, pada apa yang sudah mereka lakukan.

Alhamdulillah, setelah saya terapkan pada siswa saya di sekolah dan anak saya di rumah, sekarang mereka sudah mampu mengurus dirinya sendiri. Mereka juga sudah tahu bagaimana mengontrol fungsi tubuhnya dengan baik. Semoga bermanfaat!

29 Mei 2012,

Sari Wulan
Guru SD almuslim Tambun-Bekasi

Sumber : republika.co.id
Diposting kembali Supermap Mindmap Learning Center
www.supermap.asia
READ MORE - Ini Dia, Tips Agar Anak Usia TK/SD Sukses Toilet Training

Mewaspadai Idola Anak

Penyanyi nyentrik, Lady Gaga, batal menggelar konser di Jakarta pada 3 Juni kemarin. Kiki, 12 tahun, merasa sangat kecewa. Padahal ia sudah merogoh tabungannya untuk membeli tiket konser seharga Rp 465 ribu. Itu pun dengan tambahan Rp 100 ribu dari ibunya. Sang ibu bisa mengerti perasaan anaknya karena, dulu ketika remaja, ia mengidolakan penyanyi sejenis, Madonna.

Setelah mendapat kabar bahwa konser batal, Kiki terus mendapat dukungan dan pengertian dari ibunya, Renata, 43 tahun. Sikap sang ibu yang selalu mendukung anaknya ini membuatnya nyaman. “ Saya pikir wajar remaja memiliki idola, ” kata manajer sebuah bank swasta itu, “ supaya dia belajar hidup harus balance, setiap manusia memiliki sisi liar”.

Hal itu berbeda dengan Kirana, 38 tahun. Ibu rumah tangga ini sangat marah ketika mengetahui putrinya, Audrey, mengidolakan sang Mama Monster . Ia melarang Audrey menonton konser. Sekadar mendengarkan lagu-lagunya pun dilarang. ”Ustad saya bilang Lady Gaga berpengaruh buruk ke anak,” ujarnya.

Menurut dia, anaknya yang berusia 12 tahun itu harus mengidolakan tokoh yang lebih positif. Penyanyi yang berpenampilan sensual dengan lirik-lirik lagu provokatif tidak cocok menjadi idola. Apalagi Lady Gaga mendukung dan mengkampanyekan  pernikahan sesama jenis. ”Tidak pantas menjadi idola,” ucap Kirana. Karena itu, ketika mengetahui konser dibatalkan, ia langsung sujud syukur dan mengadakan pengajian bersama.

Psikolog anak, Seto Mulyadi, mengatakan, usia anak dan remaja sangat wajar memiliki idola. Hal itu bisa karena idolanya baik atau memiliki kesamaan tertentu dengan anak. “Bisa juga karena sang idola sangat populer,” kata Kak Seto ini. Namun di usia itu, anak belum bisa membedakan antara yang baik dan buruk untuk kehidupannya kelak. Ia cenderung meniru tokoh idolanya.

Kalau anak meniru sisi positif tokoh idolanya, tentu tidak menjadi masalah. Namun kalau ia meniru sisi negatifnya dan cenderung berperilaku tidak baik, orang tua harus mewaspadainya, tidak perlu melarang secara frontal. Seto menganjurkan orang tua untuk mengajak diskusi anaknya dari hati ke hati ihwal idola. ”Biarkan anak menyimpulkan sendiri apa yang positif dan negatif dari idolanya, ” ujarnya.

Seperti pendekatan Renata kepada Kiki, ia dengan terbuka mengatakan bahwa dulu mengidolakan Madonna. Di era 1980-an, penyanyi itu bersikap sama seperti Lady Gaga sekarang, bernyanyi dengan lirik dan aksi provokatif. Gereja Katolik Roma sampai mengecam video klipnya yang berjudul Like A Prayer pada 1989, belum lagi dengan kehidupan di luar panggungnya yang sensasional dan terus disorot media.

Namun Madonna, menurut Renata, bisa sangat kreatif mengemas aksi panggungnya. ”Sama seperti Lady Gaga, ” katanya. Banyak aksi kedua penyanyi itu yang memiliki nilai artistik tinggi, belum lagi totalitasnya terhadap pekerjaan. Mereka selalu ingin sempurna dan menghibur penonton. Renata mengatakan, sikap seperti itu yang masih jarang ada di penyanyi lokal dan patut diapresiasi.

Larangan secara frontal justru bisa mematikan kreativitas anak. ”Itu namanya robotisasi, ” kata Seto. Anak jadi tidak bisa berpendapat dan tidak diajak menyadari soal nilai kehidupan. Si anak bisa memberontak dan cenderung berperilaku negatif. Kalau susah melakukan diskusi, dia menyarankan orang tua memberikan tokoh idola pengganti yang lebih baik.

Perkataan dari satu pihak saja tidak bisa menjadi pegangan orang tua dalam mendidik anaknya. Ia mencontohkan, hanya dengan mendengar perkataan sang ustad, ada remaja yang memilih menjadi pengantin bom bunuh diri. Lebih baik lagi jika orang tua bisa menjadi panutan bagi anaknya. Namun hal itu tentunya tak mudah di tengah kehidupan sekarang ini ketika orang tua lebih banyak meninggalkan anaknya di rumah.

Sumber : tempo.co
Diposting kembali Supermap Mindmap Learning Center
READ MORE - Mewaspadai Idola Anak

Mind Map selangkah Jadi JUARA!

Mind Map selangkah Jadi JUARA!
Mind Map, Memory, Speed Reading, Teknik Ujian, English Five Fingers
 
 
 

iMindMap

iMindMap Free

Sponsor

http://belanjabareng.com/ MAU BELANJA TONER MURAH DAN BERMUTU? DISIINI TEMPATNYA! BERGARANSI///