Jika ingin mengenal seseorang maka
kenalilah dulu teman-temannya. Ternyata ungkapan ini bukanlah isapan
jempol belaka. Nyatanya sebuah studi baru menemukan bahwa persepsi
teman-teman, terutama dari masa kecil atau sekolah dasar dapat
memprediksi kesuksesan seseorang di masa depan.
Peneliti Lisa Serbin dari Concordia University dan Alexa Martin-Storey dari University of Texas yang sama-sama menjadi anggota Centre for Research in Human Development,
Concordia University pun mengungkapkan bahwa evaluasi teman SD ini
dapat memprediksi keberhasilan seseorang di masa depan, bahkan hasilnya
jauh lebih akurat daripada evaluasi mandiri partisipan tentang
karakteristiknya di masa kecil.
"Studi yang dikenal dengan nama Concordia Longitudinal Risk Project ini
telah dimulai sejak tahun 1976 oleh rekan-rekan saya di Departemen
Psikologi yaitu Alex Schwartzman dan Jane Ledingham. Selama dua tahun,
para siswa kelas 1, 4 dan 7 di Montreal diminta mengevaluasi teman-teman
sekelasnya, termasuk memberikan penilaian tentang tingkat agresi,
tingkat kesukaan (likability) dan tingkat penarikan sosial pada satu sama lain. Para siswa ini juga melakukan evaluasi mandiri," terang Serbin.
Selama 20 tahun, anak-anak ini dipantau
secara ketat oleh peneliti untuk mengetahui perkembangan karakteristik
mereka hingga memasuki usia dewasa. Survei lanjutannya pun digelar
antara tahun 1999-2003 dengan melibatkan sekitar 700 partisipan dari
studi pertama.
Survei ini bermaksud menggali karakteristik partisipan di saat dewasa seperti neuroticism (kecenderungan untuk menunjukkan emosi negatif seperti cemas, rasa bersalah, marah dan depresi), extroversion (kepribadian yang suka bergaul dan ramah), keterbukaan, agreeableness (kepribadian yang sopan dan hormat, punya toleransi dan bisa bekerjasama) dan conscientiousness (kepribadian yang dapat diandalkan, dapat melakukan organisasi dan bersikap hati-hati).
"Dari situ kami mampu membandingkan
persepsi teman dengan persepsi partisipan sendiri tentang perilaku masa
kanak-kanaknya sebagai faktor pembentuk karakteristiknya saat dewasa,"
ungkap Martin-Storey seperti dilansir dari health24.
"Kami juga menemukan bahwa evaluasi
dari sekelompok teman jauh lebih berkaitan dengan karakter partisipan
saat dewasa dibandingkan persepsi partisipan sendiri terhadap
karakteristik masa kecilnya. Hal ini terasa masuk akal karena perilaku
agresivitas dan tingkat kesukaan (likability) seorang anak
ditentukan oleh banyak sedikitnya teman yang mengelilinginya sepanjang
hari sehingga keduanya dianggap sangatlah relevan, terutama di
lingkungan sekolah," tambahnya.
Misalnya, seorang anak yang menganggap dirinya cenderung menarik diri dari pergaulan menunjukkan kurangnya karakter conscientiousness
saat dewasa. Di sisi lain, seorang anak yang dikatakan teman-temannya
menarik diri dari pergaulan tumbuh menjadi orang dewasa yang extroversion-nya lebih rendah. Tapi justru fakta kedua menunjukkan kaitan yang lebih akurat.
Partisipan yang banyak disukai teman-teman sekelasnya saat SD dan dianggap lebih menyenangkan juga diprediksi memiliki tingkat agreeableness dan conscientiousness yang lebih tinggi serta tingkat neuroticism yang lebih rendah daripada partisipan yang menganggap dirinya menyenangkan saat kecil.
"Pasalnya karakteristik orang dewasa
dikaitkan dengan banyak faktor kehidupan yang penting seperti kesehatan
fisik, kesehatan mental dan kepuasaan terhadap pekerjaan," terang
Serbin.
Menurut Serbin, studi ini juga dapat
dipergunakan untuk membantu anak-anak dan orangtua dalam mengembangkan
mekanisme efektif untuk mengenali perilaku agresif atau penarikan diri
dari lingkungan sosial pada anak agar nantinya dapat mendorong atau
membentuk perilaku yang lebih pro-sosial.
Sumber : health.detik.com
Diposting kembali Supermap Mindmap Learning Center
www.supermap.asia