Sebagian besar anak-anak memiliki bentuk ketakutan yang sama di malam
hari, mulai dari takut akan kegelapan hingga takut akan mimpi buruk. Ada
juga yang takut pada monster atau hantu yang dikatakan suka keluar di
malam hari.
Meski pada sebagian besar anak ketakutan semacam itu akan hilang dengan sendirinya ketika mereka beranjak dewasa, ternyata ada juga beberapa anak yang mengidap sejenis fobia terhadap malam yang parah. Bahkan menurut sebuah studi baru, anak-anak yang menderita ketakutan parah di malam hari semacam ini kesulitan membedakan antara fantasi dan realita atau kenyataan.
Kesimpulan ini diperoleh setelah peneliti mengamati 80 anak berusia 4-6 tahun yang mengalami ketakutan di malam hari yang parah (50 anak laki-laki dan 30 anak perempuan). Sebagai pembanding, peneliti juga mengamati 32 anak yang tak memiliki ketakutan semacam itu (18 anak laki-laki dan 14 anak perempuan).
Kemudian partisipan diminta untuk membaca sebuah buku cerita bergambar. Tujuannya untuk memunculkan mood partisipan agar mereka berkenan menceritakan tentang ketakutannya. Orangtua partisipan pun ditanyai tentang apa saja yang membuat anak-anaknya ketakutan di malam hari serta seberapa sering dan parahkah ketakutan itu.
Selain itu, partisipan diminta menilai tingkat ketakutan mereka terhadap gambar-gambar tertentu yang mengerikan dengan menggunakan skala berbentuk Koala dalam berbagai ukuran (Koala Fear Questionnaire). 'Koala' ini merepresentasikan tingkatan rasa takut yang dialami si anak. Orangtua partisipan juga diberi kuesioner lain untuk menilai tingkat ketakutan anak-anaknya.
Tak hanya itu, partisipan juga diperlihatkan sejumlah gambar makhluk hidup maupun makhluk mistis dan diminta untuk memutuskan yang mana dari gambar-gambar itu yang berasal dari hasil imajinasi dan yang mana yang benar-benar nyata.
Misalnya, untuk figur mistis seperti peri, peneliti mengajukan pertanyaan seperti, 'Apakah Anda berpikir peri ini benar-benar bisa datang ke rumah Anda?' atau 'Apakah menurut Anda, Anda bisa melihat peri ini di film atau televisi?'
Partisipan pun diminta membedakan antara situasi nyata dan fantasi seperti 'beberapa perampok merangsek masuk ke dalam rumah' atau 'seekor monster tengah menakuti seorang anak di kegelapan'.
Dari sejumlah tes tersebut barulah diketahui bahwa anak yang menderita ketakutan parah di malam hari lebih sulit membedakan antara fantasi dan kenyataan dibandingkan anak-anak lainnya. Bahkan temuan ini menunjukkan lambatnya pertumbuhan mental anak yang menderita ketakutan di malam hari.
"Namun kesulitan membedakan antara fantasi dan realitas itu lebih sering terjadi pada anak yang usianya lebih muda. Artinya kemampuan untuk mengatasi ketakutan itu akan membaik seiring dengan pertambahan usia si anak," simpul peneliti seperti dilansir dari Livescience, Rabu (20/2/2013).
Dengan kata lain, anak yang kesulitan membedakan antara fakta dan fiksi bisa jadi lebih rentan mengalami ketakutan yang berlebihan di malam hari. Begitu pula sebaliknya, anak yang lebih sering mengalami ketakutan di malam hari bisa jadi lebih cenderung kebingungan membedakan antara fantasi dan realita.
Kendati begitu, studi yang dipublikasikan dalam jurnal Child Psychiatry & Human Development ini pun memberikan salah satu petunjuk untuk mengatasi ketakutan berlebihan di malam hari pada anak-anak. Misalnya, studi ini mendorong terapis agar dapat memfokuskan terapinya pada penyebab si anak kesulitan membedakan fakta dan fiksi.
Sumber : health.detik.com
Diposting kembali Supermap Mindmap Learning Center
Meski pada sebagian besar anak ketakutan semacam itu akan hilang dengan sendirinya ketika mereka beranjak dewasa, ternyata ada juga beberapa anak yang mengidap sejenis fobia terhadap malam yang parah. Bahkan menurut sebuah studi baru, anak-anak yang menderita ketakutan parah di malam hari semacam ini kesulitan membedakan antara fantasi dan realita atau kenyataan.
Kesimpulan ini diperoleh setelah peneliti mengamati 80 anak berusia 4-6 tahun yang mengalami ketakutan di malam hari yang parah (50 anak laki-laki dan 30 anak perempuan). Sebagai pembanding, peneliti juga mengamati 32 anak yang tak memiliki ketakutan semacam itu (18 anak laki-laki dan 14 anak perempuan).
Kemudian partisipan diminta untuk membaca sebuah buku cerita bergambar. Tujuannya untuk memunculkan mood partisipan agar mereka berkenan menceritakan tentang ketakutannya. Orangtua partisipan pun ditanyai tentang apa saja yang membuat anak-anaknya ketakutan di malam hari serta seberapa sering dan parahkah ketakutan itu.
Selain itu, partisipan diminta menilai tingkat ketakutan mereka terhadap gambar-gambar tertentu yang mengerikan dengan menggunakan skala berbentuk Koala dalam berbagai ukuran (Koala Fear Questionnaire). 'Koala' ini merepresentasikan tingkatan rasa takut yang dialami si anak. Orangtua partisipan juga diberi kuesioner lain untuk menilai tingkat ketakutan anak-anaknya.
Tak hanya itu, partisipan juga diperlihatkan sejumlah gambar makhluk hidup maupun makhluk mistis dan diminta untuk memutuskan yang mana dari gambar-gambar itu yang berasal dari hasil imajinasi dan yang mana yang benar-benar nyata.
Misalnya, untuk figur mistis seperti peri, peneliti mengajukan pertanyaan seperti, 'Apakah Anda berpikir peri ini benar-benar bisa datang ke rumah Anda?' atau 'Apakah menurut Anda, Anda bisa melihat peri ini di film atau televisi?'
Partisipan pun diminta membedakan antara situasi nyata dan fantasi seperti 'beberapa perampok merangsek masuk ke dalam rumah' atau 'seekor monster tengah menakuti seorang anak di kegelapan'.
Dari sejumlah tes tersebut barulah diketahui bahwa anak yang menderita ketakutan parah di malam hari lebih sulit membedakan antara fantasi dan kenyataan dibandingkan anak-anak lainnya. Bahkan temuan ini menunjukkan lambatnya pertumbuhan mental anak yang menderita ketakutan di malam hari.
"Namun kesulitan membedakan antara fantasi dan realitas itu lebih sering terjadi pada anak yang usianya lebih muda. Artinya kemampuan untuk mengatasi ketakutan itu akan membaik seiring dengan pertambahan usia si anak," simpul peneliti seperti dilansir dari Livescience, Rabu (20/2/2013).
Dengan kata lain, anak yang kesulitan membedakan antara fakta dan fiksi bisa jadi lebih rentan mengalami ketakutan yang berlebihan di malam hari. Begitu pula sebaliknya, anak yang lebih sering mengalami ketakutan di malam hari bisa jadi lebih cenderung kebingungan membedakan antara fantasi dan realita.
Kendati begitu, studi yang dipublikasikan dalam jurnal Child Psychiatry & Human Development ini pun memberikan salah satu petunjuk untuk mengatasi ketakutan berlebihan di malam hari pada anak-anak. Misalnya, studi ini mendorong terapis agar dapat memfokuskan terapinya pada penyebab si anak kesulitan membedakan fakta dan fiksi.
Sumber : health.detik.com
Diposting kembali Supermap Mindmap Learning Center
0 comments:
Posting Komentar